MAJLIS TAFSIR AL QUR'AN
Ahad, 24 Desember 2017/05 Rabiul Akhir 1439
Brosur No. : 1885/1925/IA
MTA bukan pengikut salah satu dari 4 madzhab, dan bukan sebagai madzhab ke-5
Firman Allah SWT :
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِى الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْأَاخِرِ ۚ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, tha'atilah Allah dan tha'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [QS. An-Nisaa' : 59]
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا أَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَوَلَّوْا عَنْهُ وَأَنْتُمْ تَسْمَعُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, padahal kamu mendengar (perintah-perintah-Nya),"
(QS. Al-Anfal [8]: 20)
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَ يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَ اللهُ غَفُوْرٌ رَّحَيْمٌ. قُلْ اَطِيْعُوا اللهَ وَ الرَّسُوْلَ، فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ اْلكٰفِرِيْنَ. ال عمران:31-32
Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (31)
Katakanlah, "Tha'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (32) [QS. Ali 'Imraan : 31-32]
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا ۚ فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوٓا أَنَّمَا عَلٰى رَسُولِنَا الْبَلٰغُ الْمُبِينُ
"Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul serta berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat) dengan jelas."
(QS. Al-Ma'idah [5]: 92)
وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا وَ اتَّقُوا اللهَ، اِنَّ اللهَ شَدِيْدُ اْلعِقَابِ. الحشر:7
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. [QS. Al-Hasyr : 7]
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْأَاخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah."
(QS. Al-Ahzab [33]: 21)
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ
Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. [QS. An-Nisaa' : 64]
Dari ayat-ayat tersebut bisa kita ketahui bahwa kaum muslimin diperintahkan agar tha'at kepada Allah dan Rasul-Nya atau dalam beragama ini berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, karena hanya Allah dan Rasul-Nya itulah yang dijamin pasti benar, sedangkan yang lain tidak dijamin kebenarannya.
Di dalam hadits juga disebutkan sebagai berikut :
اِنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا مَسَكْتُمْ بِهِمَا: كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ نَبِيّهِ. مالك، فى الموطأ 2: 899
Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Kutinggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat apabila kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu : Kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya". [HR. Malik dalam Al-Muwaththa’ juz 2, hal. 899]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: كُلُّ اُمَّتِى يَدْخُلُوْنَ اْلجَنَّةَ اِلَّا مَنْ اَبَى. قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ مَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ اَطَاعَنِى دَخَلَ اْلجَنَّةَ وَ مَنْ عَصَانِى فَقَدْ اَبَى. البخارى 8: 139
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Semua ummatku kelak akan masuk surga, kecuali orang yang tidak mau". Para shahabat bertanya, "Ya Rasulullah siapa orang yang tidak mau (masuk surga) itu ?". Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang tha'at kepadaku, niscaya ia masuk surga dan barangsiapa yang bermakshiyat kepadaku, berarti ia tidak mau (masuk surga)". [HR. Bukhari juz 8, hal. 139]
Dan Al-Qur'an melarang kita bertaqlid kepada seseorang tanpa mengetahui ilmunya.
Allah SWT berfirman :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya."
(QS. Al-Isra' [17]: 36)
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَآ أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَآ أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۗ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَآؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab, (Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya). Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun dan tidak mendapat petunjuk."
(QS. Al-Baqarah [2]: 170)
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلٰى مَآ أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۚ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَآؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, Marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul. Mereka menjawab, Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya). Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?"
(QS. Al-Ma'idah [5]: 104)
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَآ أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۚ أَوَلَوْ كَانَ الشَّيْطٰنُ يَدْعُوهُمْ إِلٰى عَذَابِ السَّعِيرِ
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, Ikutilah apa yang diturunkan Allah! Mereka menjawab, (Tidak), tetapi kami (hanya) mengikuti kebiasaan yang kami dapati dari nenek moyang kami. Apakah mereka (akan mengikuti nenek moyang mereka) walaupun sebenarnya setan menyeru mereka ke dalam azab api yang menyala-nyala (Neraka)?"
(QS. Luqman [31]: 21)
Namun diantara kaum muslimin ada yang mengatakan bahwa orang Islam itu wajib bertaqlid kepada salah satu madzhab.
Maka pendapat yang demikian itu tentu tidak sesuai dengan apa yang dituntunkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan kita tahu bahwa para shahabat Nabi dan orang-orang yang lahir sebelum imam madzhab itu tentu tidak ada yang bermadzhab.
Bahkan para imam madzhab sebagaimana yang tercantum dalam dalam Kitab Al-Qaulul Mufiid fii Hukmi At-Taqlid karya Imam Asy-Syaukaniy telah berpesan sebagai berikut :
Imam Abu Hanifah berkata:
اُتــْرُكُوْا قَوْلــِى لِقَوْلِ اللهِ وَ رَسُوْلــِهِ وَ الصَّحَابَةِ.
Tinggalkanlah perkataan (pendapatku) yang berlawanan dengan firman Allah dan Sabda Rasul-Nya dan perkataan shahabat.
لاَ يَحِلُّ ِلاَحَدٍ اَنْ يَقُوْلَ بِقَوْلـــِنَا حَتَّى يَعْلَمَ مِنْ اَيــْنَ قُلْنَاهُ.
Tidak halal bagi seseorang yang berkata dengan perkataan kami hingga mengetahui dari mana kami mengatakannya.
حَرَامٌ عَلَى مَنْ لَمْ يَعْرِفْ دَلِـيـْلِى اَنْ يُفْتِيَ كَلاَمِى.
Haram atas orang yang belum mengetahui dalil (alasan) fatwaku untuk berfatwa dengan perkataanku.
اِنَّهُ قِيْلَ ِلاَبِى حَنِيْفَةَ: اِذَا قُلْتَ قَوْلاً وَ كِـتَابُ اللهِ يُخَالِفُهُ ؟ قَالَ: اُتْرُكُـوْا قَوْلــِى بِكِـتَابِ اللهِ. فَقِيْلَ لَهُ: اِذَا كَانَ خَبَرُ الرَّسُوْلِ يُخَالِفُهُ ؟ قَالَ: اُتْرُكُوْا قَوْلــِى بِخَبَرِ الرَّسُوْلِ ص. فَقِيْلَ لَهُ: اِذَا كَانَ قَوْلُ الصَّحَابِيِّ يُخَالِفُهُ ؟ قَالَ: اُتْرُكُوْا قَوْلــِى بِقَوْلِ الصَّحَابِيِّ.
Bahwasanya Imam Abu Hanifah pernah ditanya: "Bagaimana apabila engkau mengatakan suatu pendapat, sedangkan Kitab Allah menyalahkannya ?" Beliau menjawab : "Tinggalkanlah pendapatku dan ikutilah Kitab Allah". Lalu beliau ditanya lagi : "Bagaimana kalau hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyalahkannya ?" Beliau menjawab: 'Tinggalkanlah pendapatku dan ikutilah hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam?" Dan beliau ditanya lagi: "Bagaimana kalau perkataan shahabat menyalahkannya ?". Beliau menjawab : "Tinggalkanlah pendapatku dan ikutilah perkataan shahabat itu''.
اِنْ كَانَ قَوْلــِى يُخَالِفُ كِـتَابَ اللهِ وَ خَبَرَ الرَّسُوْلِ فَاتْرُكُوْا قَوْلــِى.
Jika pendapatku menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Rasul, maka tinggalkanlah pendapatku itu.
Dan beliau (Imam Abu Hanifah) apabila memberi fatwa tentang suatu perkara, mengatakan :
هذَا رَأْيُ النُّعْمَانِ بـْنِ ثَابِتٍ وَ هُوَ اَحْسَنُ مَا قَدَّرْنَا عَلَـيْهِ. فَمَنْ جَاءَ بِأَحْسَنَ مِنْهُ فَهُوَ اَوْلَى بِالصَّوَابِ.
Ini pendapat An-Nu'man bin Tsabit (Imam Abu Hanifah), dan ini sebaik-baik yang telah kami pertimbangkan. Barang siapa yang datang dengan membawa yang lebih baik dari padanya, maka itulah yang lebih pantas dengan kebenaran.
Perkataan-perkataan Imam Abu Hanifah di atas jelas memberikan pengertian kepada kita bahwa beliau tidak suka dan melarang ummat Islam bertaqlid kepada pendapat (madzhab) beliau.
Imam Malik berkata :
اِنَّمَا اَنــَا بَشَرٌ اُخْطِئُ وَ اُصِيْبُ فَانْظُرُوْا فِى رَأْيِى فَكُـلُّ مَا وَافَقَ اْلكِتَابَ وَ السُّنَّةَ فَخُذُوْهُ وَ كُـلُّ مَا لَمْ يُوَافِقِ اْلكِتَابَ وَ السُّنَّةَ فَاتْرُكُوْهُ.
Aku ini hanya seorang manusia yang boleh jadi salah, dan boleh jadi betul. Oleh karena itu, perhatikanlah pendapatku. Tiap-tiap yang cocok dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul, ambillah dia dan tiap-tiap yang tidak cocok dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul, maka tinggalkanlah.
كُلُّ اَحَدٍ يُؤْخَذُ مِنْ كَلاَمِهِ وَيـُرَدُّ عَلَـيْهِ اِلاَّ صَاحِبَ هذَا اْلقَبْرِ. وَ يُشِيْرُ اِلَى الرَّوْضَةِ الشَّرِيْفَةِ. وَ فِى رِوَايَةٍ: كُلُّ كَلاَمٍ مِنْهُ مَقْبُوْلٌ وَ مَرْدُوْدٌ اِلاَّ كَلاَمَ صَاحِبِ هذَا اْلقَبْرِ.
Setiap orang boleh diambil perkataannya dan boleh pula ditolak, kecuali perkataan penghuni qubur ini (beliau sambil menunjuk kearah makam yang mulia (makam Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam). Dan dalam riwayat lain: "Semua perkataan orang itu boleh diterima dan boleh ditolak, kecuali perkataan penghuni qubur ini".
اِنَّمَا اَنــَا بَشَرٌ اُخْطِئُ وَ اُصِيْبُ فَاَعْرِضُوْا قَوْلــِى عَلَى اْلكِتَابِ وَ السُّنَّةِ
Sesungguhnya aku ini hanya manusia biasa, yang boleh jadi benar dan boleh jadi salah, maka dari itu bandingkanlah pendapatku itu kepada kitab dan sunnah.
لَــيْسَ كُـلَّمَا قَالَ رَجُلٌ قَوْلاً وَ اِنْ كَانَ لَهُ فَضْلٌ يُتْبَعُ عَلَـيْهِ.
Tidak setiap pendapat yang dikatakan oleh seseorang itu harus diikut, walaupun dia mempunyai kelebihan.
Beliau pernah berpesan kepada Ibnu Wahab, katanya :
يَا عَبْدَ اللهِ، مَا عَلِمْتَهُ فَقُلْ بِهِ وَ دُلَّ عَلَـيْهِ. وَمَا لَمْ تَعْلَمْ فَاسْكُتْ عَنْهُ. وَ اِيـَّاكَ اَنْ تُقَلِّدَ النَّاسَ قِلاَدَةَ سُوْءٍ.
Wahai Abdullah, apa-apa yang telah kau ketahui, maka katakanlah dengannya dan tunjukkanlah dasarnya, dan apa-apa yang engkau belum mengetahuinya, maka hendaklah engkau diam darinya, dan jauhkanlah dirimu dari bertaqlid kepada orang dengan taqlid yang buruk.
Perkataan-perkataan Imam Malik di atas, jelas menunjukkan bahwa orang beragama itu jangan bertaqlid saja kepada pendapat orang, termasuk bertaqlid kepada pendapat beliau sendiri, karena beliau itupun manusia biasa yang fatwa atau pendapatnya bisa juga benar, dan bisa juga salah. Tetapi hendaknya mengikut kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Imam Syafi'i berkata :
لاَ قَوْلَ ِلاَحَدٍ مَعَ سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ ص.
Tidak boleh diterima perkataan seseorang jika berlawanan dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
اِذَا صَحَّ اْلحَدِيْثُ فَهُوَ مَذْهَبِى.
Apabila telah shah satu hadits, maka itulah madzhabku.
اِذَا صَحَّ خَبَرٌ يُخَالِفُ مَذْهَبِى فَاتَّبِعُوْهُ وَاعْلَمُوْا اَنــَّهُ مَذْهَبِى.
Apabila sah khabar dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menyalahi madzhabku, maka ikutlah khabar itu, dan ketahuilah bahwa itulah madzhabku.
كُـلُّ مَسْأَلــَةٍ تَكَــلَّمْتُ فِيْهَا صَحَّ اْلخَبَرُ فِيْهَا عَنِ النَّبِيِّ ص عِنْدَ اَهْلِ النَّقْلِ بِخِلاَفِ مَا قُـلْتُ، فَاَنــَا رَاجِعٌ عَنْهَا فِى حَيَاتِى وَ بَعْدَ مَمَاتِى.
Tiap-tiap masalah yang pernah saya bicarakan, kemudian ada hadits yang riwayatnya sah dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah itu di sisi ahli hadits dan menyalahi fatwaku, maka aku ruju' (tarik kembali) dari fatwaku itu diwaktu aku masih hidup maupun sesudah mati.
اِذَا وَجَدْتُمْ فِى كِـتَابِى خِلاَفَ سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ ص فَقُوْلُـوْا بِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ.
Apabila kalian dapati di dalam kitabku sesuatu yang menyalahi sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka hendaklah kalian berkata dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dan tinggalkanlah perkataanku).
اِذَا وَجَدْتُمْ قَوْلـِى يُخَالِفُ قَوْلَ رَسُوْلِ اللهِ ص فَاضْرِبُـوْا بِقَوْلــِى عُرْضَ اْلحَائِطِ.
Apabila kalian mendapati pendapatku menyalahi perkataan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka lemparkanlah pendapatku ketepi dinding.
مَا قُلْتُ وَكَانَ النَّبِيُّ ص قَدْ قَالَ بِخِلاَفِ قَوْلــِى فَمَا صَحَّ مِنْ حَدِيْثِ النَّبِيِّ ص اَوْلَى وَ لاَ تُقَلِّدُوْنــِى.
Apasaja yang telah aku katakan, apabila Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengatakan dengan menyalahi perkataanku, maka apa yang telah shah dari hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam itulah yang lebih pantas (untuk diambil), dan janganlah kalian bertaqlid kepadaku.
اِذَا صَحَّ اْلحَدِيْثُ عَلَى خِلاَفِ قَوْلـــِى فَاضْرِبُوْا قَوْلــِى بِاْلحَائِطِ وَاعْمَلُوْا بِاْلحَدِيْثِ الضَّابِطِ.
Apabila telah sah suatu hadits dan menyalahi pendapatku, maka buanglah pendapatku ke arah dinding, dan amalkanlah olehmu dengan hadits yang kokoh kuat itu.
كُلُّ شَيْئٍ خَالَفَ اَمْرَ رَسُوْلِ اللهِ ص سَقَطَ، وَلاَ يَقُوْمُ مَعَهُ رَأْيٌ وَلاَ قِيَاسٌ
Tiap-tiap sesuatu yang menyalahi perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam jatuhlah ia, dan tidak bisa digunakan bersamanya pendapat dan tidak pula qiyas.
Kata Imam Syafi'i kepada Abu Ishaq:
يـَا اَبـَا اِسْحَاقَ لاَ تُـقَـلّـِدْنِى فِى كُلِّ مَا اَقُوْلُ وَ انْظُرْ فِى ذَالِكَ لـِنَـفْسِكَ فَاِنَّهُ دِيْـنٌ.
Hai Abu Ishaq, janganlah kamu bertaqlid kepadaku pada setiap apa yang aku katakan, dan perhatikanlah yang demikian itu untuk dirimu, karena ia itu agama.
Perkataan-perkataan Imam Syafi'i di atas adalah jelas melarang orang bertaqlid kepada madzhab beliau, dan memerintahkan supaya orang beragama itu mengikut kepada kitab Allah dan sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
لاَ تُـقَـلِّدْنِى وَ لاَ مَالِكًا وَ لاَ الشَّافِعِيَّ وَ لاَ اْلاَوْزَاعِيَّ وَ لاَ الثَّوْرِيَّ وَ خُذْ مِنْ حَيْثُ اَخَذُوْا.
Jangan engkau bertaqlid kepadaku, jangan kepada Malik, jangan kepada Syafi'i dan jangan kepada Al-Auza'i dan jangan kepada Ats-Tsauri, tetapi ambillah (agamamu) dari tempat mereka mengambilnya (yaitu Al-Qur'an dan Hadits).
مِنْ قِلَّةِ فِقْهِ الرَّجُلِ اَنْ يُـقَـلِّـدَ دِيْـنَهُ الرِّجَالَ.
Diantara tanda sedikitnya pengertian seseorang itu ialah bertaqlid kepada orang lain tentang urusan agama.
لاَ تُـقَـلِّـدْ دِيـْنَكَ اَحَدًا.
Janganlah engkau bertaqlid terhadap seseorang tentang agamamu.
لاَ تُـقَـلِّـدْ دِيـْنَكَ اَحَدًا مِنْ هؤُلاَءِ. مَا جَاءَ عَنِ النَّبِيِّ وَ اَصْحَابِهِ فَخُذْ بِهِ.
Janganlah kamu bertaqlid tentang agamamu kepada seseorang di antara mereka (para ulama), tetapi apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan shahabatnya, maka ambillah dia.
اُنــْظُرُوْا فِى اَمْرِ دِيـْنِكُمْ. فَاِنَّ التَّـقْـلِــيْدَ لِغَيْرِ اْلمَعْصُوْمِ مَذْمُوْمٌ وَ فـِيْهِ عُمْيٌ لِلْبَصِيْرَةِ
Hendaklah kamu memperhatikan tentang urusan agamamu, karena sesungguhnya taqlid kepada orang yang tidak ma'shum itu tercela, dan padanya ada kebutaan bagi kecerdikan pandangan.
لاَ تُقَلِّدْ دِيْـنَكَ الرِّجَالَ. فَإِنَّـهُمْ لَمْ يَسْلَمُوْا اَنْ يَغْلُطُوْا.
Janganlah kamu bertaqlid kepada orang-orang tentang agamamu, karena sesungguhnya mereka itu tidak terjamin dari kesalahan.
Perkataan-perkataan Imam Ahmad bin Hanbal di atas jelas melarang orang-orang untuk bertaqlid, baik bertaqlid kepada madzhab beliau sendiri maupun kepada imam-imam atau ulama-ulama yang lain.
Itulah antara lain ucapan-ucapan dari beliau-beliau para imam itu, dengan jujur melarang siapa saja untuk mengikuti pendapat/madzhab mereka.
Dan masih banyak pula ucapan-ucapan dan pesan-pesan beliau-beliau itu yang lain, dan semuanya melarang siapa saja, kapan saja dan dimana saja menurut secara buta pendapat mereka, tetapi hendaknya dalam beragama ini selalu mengikuti sumber agama yang asli, yakni Al-Qur'an dan Sunnah.
Setelah kita mengetahui apa-apa yang dipesankan atau dikatakan oleh para imam itu, jelaslah bagi kita bahwa orang yang berpendapat; wajib orang Islam itu mengikuti salah satu madzhab dan menganggap bahwa orang yang tidak bermadzhab itu seolah-olah sesat, berdosa dan sebagainya, adalah nyata-nyata menyalahi Al-Qur'an, menyalahi sabda-sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. dan menyalahi pula pesan dan perkataan atau pendapat para Imam Rahimahumullah itu sendiri.
Hal ini dikuatkan oleh Imam Asy-Sya'raaniy dalam kitabnya Al-Miizaan juz 1, hal. 228, sebagai berikut :
Apabila telah sah satu hadits, maka ia adalah madzhab kami (empat imam), dan tidak berlaku bersamanya lagi qiyas seseorang dan tidak pula pendapat seseorang, kecuali hanya tha'at kepada Allah dan Rasul-Nya dengan taslim. Selain itu, shahabat-shahabat Nabi dan orang-orang yang lahir sebelum lahirnya para imam madzhab itu juga tidak ada yang bermadzhab, bahkan sama sekali tidak mengenalnya.
Dan Imam Malik (93 H – 179 H) tidak bermadzhab Syafi'i maupun Hanafi. Begitu pula Imam Syafi'i (150 H – 204 H) tidak bermadzhab Hanafi maupun Maliki, dan Imam Ahmad bin Hanbal (164 H – 241 H) tidak bermadzhab Hanafi, Maliki maupun Syafi'i.
Marilah kita berfikir secara wajar karena Allah selalu mendidik kita supaya berfikir dengan wajar. Firman-Nya :
اَفَلاَ تَــعْـقِـلُوْنَ ؟ البقرة:44 اَفَلاَ تـَـتَــفَكَّرُوْنَ ؟ الانعام:50
Tidakkah kamu berfikir ? Tidakkah kamu berakal ?
Dengan penjelasan ini, marilah kita dalam beragama berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak bertaqlid kepada seseorang.
Maka MTA bukan penganut salah satu dari 4 madzhab, dan bukan sebagai madzhab ke-5.
-oO[@]Oo-
Ahad, 24 Desember 2017/05 Rabiul Akhir 1439
Brosur No. : 1885/1925/IA
MTA bukan pengikut salah satu dari 4 madzhab, dan bukan sebagai madzhab ke-5
Firman Allah SWT :
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِى الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْأَاخِرِ ۚ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, tha'atilah Allah dan tha'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [QS. An-Nisaa' : 59]
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا أَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَوَلَّوْا عَنْهُ وَأَنْتُمْ تَسْمَعُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, padahal kamu mendengar (perintah-perintah-Nya),"
(QS. Al-Anfal [8]: 20)
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَ يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَ اللهُ غَفُوْرٌ رَّحَيْمٌ. قُلْ اَطِيْعُوا اللهَ وَ الرَّسُوْلَ، فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ اْلكٰفِرِيْنَ. ال عمران:31-32
Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (31)
Katakanlah, "Tha'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (32) [QS. Ali 'Imraan : 31-32]
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا ۚ فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوٓا أَنَّمَا عَلٰى رَسُولِنَا الْبَلٰغُ الْمُبِينُ
"Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul serta berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat) dengan jelas."
(QS. Al-Ma'idah [5]: 92)
وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا وَ اتَّقُوا اللهَ، اِنَّ اللهَ شَدِيْدُ اْلعِقَابِ. الحشر:7
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. [QS. Al-Hasyr : 7]
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْأَاخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah."
(QS. Al-Ahzab [33]: 21)
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ
Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. [QS. An-Nisaa' : 64]
Dari ayat-ayat tersebut bisa kita ketahui bahwa kaum muslimin diperintahkan agar tha'at kepada Allah dan Rasul-Nya atau dalam beragama ini berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, karena hanya Allah dan Rasul-Nya itulah yang dijamin pasti benar, sedangkan yang lain tidak dijamin kebenarannya.
Di dalam hadits juga disebutkan sebagai berikut :
اِنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا مَسَكْتُمْ بِهِمَا: كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ نَبِيّهِ. مالك، فى الموطأ 2: 899
Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Kutinggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat apabila kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu : Kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya". [HR. Malik dalam Al-Muwaththa’ juz 2, hal. 899]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: كُلُّ اُمَّتِى يَدْخُلُوْنَ اْلجَنَّةَ اِلَّا مَنْ اَبَى. قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ مَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ اَطَاعَنِى دَخَلَ اْلجَنَّةَ وَ مَنْ عَصَانِى فَقَدْ اَبَى. البخارى 8: 139
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Semua ummatku kelak akan masuk surga, kecuali orang yang tidak mau". Para shahabat bertanya, "Ya Rasulullah siapa orang yang tidak mau (masuk surga) itu ?". Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang tha'at kepadaku, niscaya ia masuk surga dan barangsiapa yang bermakshiyat kepadaku, berarti ia tidak mau (masuk surga)". [HR. Bukhari juz 8, hal. 139]
Dan Al-Qur'an melarang kita bertaqlid kepada seseorang tanpa mengetahui ilmunya.
Allah SWT berfirman :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya."
(QS. Al-Isra' [17]: 36)
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَآ أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَآ أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۗ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَآؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab, (Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya). Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun dan tidak mendapat petunjuk."
(QS. Al-Baqarah [2]: 170)
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلٰى مَآ أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۚ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَآؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, Marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul. Mereka menjawab, Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya). Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?"
(QS. Al-Ma'idah [5]: 104)
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَآ أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۚ أَوَلَوْ كَانَ الشَّيْطٰنُ يَدْعُوهُمْ إِلٰى عَذَابِ السَّعِيرِ
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, Ikutilah apa yang diturunkan Allah! Mereka menjawab, (Tidak), tetapi kami (hanya) mengikuti kebiasaan yang kami dapati dari nenek moyang kami. Apakah mereka (akan mengikuti nenek moyang mereka) walaupun sebenarnya setan menyeru mereka ke dalam azab api yang menyala-nyala (Neraka)?"
(QS. Luqman [31]: 21)
Namun diantara kaum muslimin ada yang mengatakan bahwa orang Islam itu wajib bertaqlid kepada salah satu madzhab.
Maka pendapat yang demikian itu tentu tidak sesuai dengan apa yang dituntunkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan kita tahu bahwa para shahabat Nabi dan orang-orang yang lahir sebelum imam madzhab itu tentu tidak ada yang bermadzhab.
Bahkan para imam madzhab sebagaimana yang tercantum dalam dalam Kitab Al-Qaulul Mufiid fii Hukmi At-Taqlid karya Imam Asy-Syaukaniy telah berpesan sebagai berikut :
Imam Abu Hanifah berkata:
اُتــْرُكُوْا قَوْلــِى لِقَوْلِ اللهِ وَ رَسُوْلــِهِ وَ الصَّحَابَةِ.
Tinggalkanlah perkataan (pendapatku) yang berlawanan dengan firman Allah dan Sabda Rasul-Nya dan perkataan shahabat.
لاَ يَحِلُّ ِلاَحَدٍ اَنْ يَقُوْلَ بِقَوْلـــِنَا حَتَّى يَعْلَمَ مِنْ اَيــْنَ قُلْنَاهُ.
Tidak halal bagi seseorang yang berkata dengan perkataan kami hingga mengetahui dari mana kami mengatakannya.
حَرَامٌ عَلَى مَنْ لَمْ يَعْرِفْ دَلِـيـْلِى اَنْ يُفْتِيَ كَلاَمِى.
Haram atas orang yang belum mengetahui dalil (alasan) fatwaku untuk berfatwa dengan perkataanku.
اِنَّهُ قِيْلَ ِلاَبِى حَنِيْفَةَ: اِذَا قُلْتَ قَوْلاً وَ كِـتَابُ اللهِ يُخَالِفُهُ ؟ قَالَ: اُتْرُكُـوْا قَوْلــِى بِكِـتَابِ اللهِ. فَقِيْلَ لَهُ: اِذَا كَانَ خَبَرُ الرَّسُوْلِ يُخَالِفُهُ ؟ قَالَ: اُتْرُكُوْا قَوْلــِى بِخَبَرِ الرَّسُوْلِ ص. فَقِيْلَ لَهُ: اِذَا كَانَ قَوْلُ الصَّحَابِيِّ يُخَالِفُهُ ؟ قَالَ: اُتْرُكُوْا قَوْلــِى بِقَوْلِ الصَّحَابِيِّ.
Bahwasanya Imam Abu Hanifah pernah ditanya: "Bagaimana apabila engkau mengatakan suatu pendapat, sedangkan Kitab Allah menyalahkannya ?" Beliau menjawab : "Tinggalkanlah pendapatku dan ikutilah Kitab Allah". Lalu beliau ditanya lagi : "Bagaimana kalau hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyalahkannya ?" Beliau menjawab: 'Tinggalkanlah pendapatku dan ikutilah hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam?" Dan beliau ditanya lagi: "Bagaimana kalau perkataan shahabat menyalahkannya ?". Beliau menjawab : "Tinggalkanlah pendapatku dan ikutilah perkataan shahabat itu''.
اِنْ كَانَ قَوْلــِى يُخَالِفُ كِـتَابَ اللهِ وَ خَبَرَ الرَّسُوْلِ فَاتْرُكُوْا قَوْلــِى.
Jika pendapatku menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Rasul, maka tinggalkanlah pendapatku itu.
Dan beliau (Imam Abu Hanifah) apabila memberi fatwa tentang suatu perkara, mengatakan :
هذَا رَأْيُ النُّعْمَانِ بـْنِ ثَابِتٍ وَ هُوَ اَحْسَنُ مَا قَدَّرْنَا عَلَـيْهِ. فَمَنْ جَاءَ بِأَحْسَنَ مِنْهُ فَهُوَ اَوْلَى بِالصَّوَابِ.
Ini pendapat An-Nu'man bin Tsabit (Imam Abu Hanifah), dan ini sebaik-baik yang telah kami pertimbangkan. Barang siapa yang datang dengan membawa yang lebih baik dari padanya, maka itulah yang lebih pantas dengan kebenaran.
Perkataan-perkataan Imam Abu Hanifah di atas jelas memberikan pengertian kepada kita bahwa beliau tidak suka dan melarang ummat Islam bertaqlid kepada pendapat (madzhab) beliau.
Imam Malik berkata :
اِنَّمَا اَنــَا بَشَرٌ اُخْطِئُ وَ اُصِيْبُ فَانْظُرُوْا فِى رَأْيِى فَكُـلُّ مَا وَافَقَ اْلكِتَابَ وَ السُّنَّةَ فَخُذُوْهُ وَ كُـلُّ مَا لَمْ يُوَافِقِ اْلكِتَابَ وَ السُّنَّةَ فَاتْرُكُوْهُ.
Aku ini hanya seorang manusia yang boleh jadi salah, dan boleh jadi betul. Oleh karena itu, perhatikanlah pendapatku. Tiap-tiap yang cocok dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul, ambillah dia dan tiap-tiap yang tidak cocok dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul, maka tinggalkanlah.
كُلُّ اَحَدٍ يُؤْخَذُ مِنْ كَلاَمِهِ وَيـُرَدُّ عَلَـيْهِ اِلاَّ صَاحِبَ هذَا اْلقَبْرِ. وَ يُشِيْرُ اِلَى الرَّوْضَةِ الشَّرِيْفَةِ. وَ فِى رِوَايَةٍ: كُلُّ كَلاَمٍ مِنْهُ مَقْبُوْلٌ وَ مَرْدُوْدٌ اِلاَّ كَلاَمَ صَاحِبِ هذَا اْلقَبْرِ.
Setiap orang boleh diambil perkataannya dan boleh pula ditolak, kecuali perkataan penghuni qubur ini (beliau sambil menunjuk kearah makam yang mulia (makam Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam). Dan dalam riwayat lain: "Semua perkataan orang itu boleh diterima dan boleh ditolak, kecuali perkataan penghuni qubur ini".
اِنَّمَا اَنــَا بَشَرٌ اُخْطِئُ وَ اُصِيْبُ فَاَعْرِضُوْا قَوْلــِى عَلَى اْلكِتَابِ وَ السُّنَّةِ
Sesungguhnya aku ini hanya manusia biasa, yang boleh jadi benar dan boleh jadi salah, maka dari itu bandingkanlah pendapatku itu kepada kitab dan sunnah.
لَــيْسَ كُـلَّمَا قَالَ رَجُلٌ قَوْلاً وَ اِنْ كَانَ لَهُ فَضْلٌ يُتْبَعُ عَلَـيْهِ.
Tidak setiap pendapat yang dikatakan oleh seseorang itu harus diikut, walaupun dia mempunyai kelebihan.
Beliau pernah berpesan kepada Ibnu Wahab, katanya :
يَا عَبْدَ اللهِ، مَا عَلِمْتَهُ فَقُلْ بِهِ وَ دُلَّ عَلَـيْهِ. وَمَا لَمْ تَعْلَمْ فَاسْكُتْ عَنْهُ. وَ اِيـَّاكَ اَنْ تُقَلِّدَ النَّاسَ قِلاَدَةَ سُوْءٍ.
Wahai Abdullah, apa-apa yang telah kau ketahui, maka katakanlah dengannya dan tunjukkanlah dasarnya, dan apa-apa yang engkau belum mengetahuinya, maka hendaklah engkau diam darinya, dan jauhkanlah dirimu dari bertaqlid kepada orang dengan taqlid yang buruk.
Perkataan-perkataan Imam Malik di atas, jelas menunjukkan bahwa orang beragama itu jangan bertaqlid saja kepada pendapat orang, termasuk bertaqlid kepada pendapat beliau sendiri, karena beliau itupun manusia biasa yang fatwa atau pendapatnya bisa juga benar, dan bisa juga salah. Tetapi hendaknya mengikut kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Imam Syafi'i berkata :
لاَ قَوْلَ ِلاَحَدٍ مَعَ سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ ص.
Tidak boleh diterima perkataan seseorang jika berlawanan dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
اِذَا صَحَّ اْلحَدِيْثُ فَهُوَ مَذْهَبِى.
Apabila telah shah satu hadits, maka itulah madzhabku.
اِذَا صَحَّ خَبَرٌ يُخَالِفُ مَذْهَبِى فَاتَّبِعُوْهُ وَاعْلَمُوْا اَنــَّهُ مَذْهَبِى.
Apabila sah khabar dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menyalahi madzhabku, maka ikutlah khabar itu, dan ketahuilah bahwa itulah madzhabku.
كُـلُّ مَسْأَلــَةٍ تَكَــلَّمْتُ فِيْهَا صَحَّ اْلخَبَرُ فِيْهَا عَنِ النَّبِيِّ ص عِنْدَ اَهْلِ النَّقْلِ بِخِلاَفِ مَا قُـلْتُ، فَاَنــَا رَاجِعٌ عَنْهَا فِى حَيَاتِى وَ بَعْدَ مَمَاتِى.
Tiap-tiap masalah yang pernah saya bicarakan, kemudian ada hadits yang riwayatnya sah dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah itu di sisi ahli hadits dan menyalahi fatwaku, maka aku ruju' (tarik kembali) dari fatwaku itu diwaktu aku masih hidup maupun sesudah mati.
اِذَا وَجَدْتُمْ فِى كِـتَابِى خِلاَفَ سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ ص فَقُوْلُـوْا بِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ.
Apabila kalian dapati di dalam kitabku sesuatu yang menyalahi sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka hendaklah kalian berkata dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dan tinggalkanlah perkataanku).
اِذَا وَجَدْتُمْ قَوْلـِى يُخَالِفُ قَوْلَ رَسُوْلِ اللهِ ص فَاضْرِبُـوْا بِقَوْلــِى عُرْضَ اْلحَائِطِ.
Apabila kalian mendapati pendapatku menyalahi perkataan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka lemparkanlah pendapatku ketepi dinding.
مَا قُلْتُ وَكَانَ النَّبِيُّ ص قَدْ قَالَ بِخِلاَفِ قَوْلــِى فَمَا صَحَّ مِنْ حَدِيْثِ النَّبِيِّ ص اَوْلَى وَ لاَ تُقَلِّدُوْنــِى.
Apasaja yang telah aku katakan, apabila Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengatakan dengan menyalahi perkataanku, maka apa yang telah shah dari hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam itulah yang lebih pantas (untuk diambil), dan janganlah kalian bertaqlid kepadaku.
اِذَا صَحَّ اْلحَدِيْثُ عَلَى خِلاَفِ قَوْلـــِى فَاضْرِبُوْا قَوْلــِى بِاْلحَائِطِ وَاعْمَلُوْا بِاْلحَدِيْثِ الضَّابِطِ.
Apabila telah sah suatu hadits dan menyalahi pendapatku, maka buanglah pendapatku ke arah dinding, dan amalkanlah olehmu dengan hadits yang kokoh kuat itu.
كُلُّ شَيْئٍ خَالَفَ اَمْرَ رَسُوْلِ اللهِ ص سَقَطَ، وَلاَ يَقُوْمُ مَعَهُ رَأْيٌ وَلاَ قِيَاسٌ
Tiap-tiap sesuatu yang menyalahi perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam jatuhlah ia, dan tidak bisa digunakan bersamanya pendapat dan tidak pula qiyas.
Kata Imam Syafi'i kepada Abu Ishaq:
يـَا اَبـَا اِسْحَاقَ لاَ تُـقَـلّـِدْنِى فِى كُلِّ مَا اَقُوْلُ وَ انْظُرْ فِى ذَالِكَ لـِنَـفْسِكَ فَاِنَّهُ دِيْـنٌ.
Hai Abu Ishaq, janganlah kamu bertaqlid kepadaku pada setiap apa yang aku katakan, dan perhatikanlah yang demikian itu untuk dirimu, karena ia itu agama.
Perkataan-perkataan Imam Syafi'i di atas adalah jelas melarang orang bertaqlid kepada madzhab beliau, dan memerintahkan supaya orang beragama itu mengikut kepada kitab Allah dan sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
لاَ تُـقَـلِّدْنِى وَ لاَ مَالِكًا وَ لاَ الشَّافِعِيَّ وَ لاَ اْلاَوْزَاعِيَّ وَ لاَ الثَّوْرِيَّ وَ خُذْ مِنْ حَيْثُ اَخَذُوْا.
Jangan engkau bertaqlid kepadaku, jangan kepada Malik, jangan kepada Syafi'i dan jangan kepada Al-Auza'i dan jangan kepada Ats-Tsauri, tetapi ambillah (agamamu) dari tempat mereka mengambilnya (yaitu Al-Qur'an dan Hadits).
مِنْ قِلَّةِ فِقْهِ الرَّجُلِ اَنْ يُـقَـلِّـدَ دِيْـنَهُ الرِّجَالَ.
Diantara tanda sedikitnya pengertian seseorang itu ialah bertaqlid kepada orang lain tentang urusan agama.
لاَ تُـقَـلِّـدْ دِيـْنَكَ اَحَدًا.
Janganlah engkau bertaqlid terhadap seseorang tentang agamamu.
لاَ تُـقَـلِّـدْ دِيـْنَكَ اَحَدًا مِنْ هؤُلاَءِ. مَا جَاءَ عَنِ النَّبِيِّ وَ اَصْحَابِهِ فَخُذْ بِهِ.
Janganlah kamu bertaqlid tentang agamamu kepada seseorang di antara mereka (para ulama), tetapi apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan shahabatnya, maka ambillah dia.
اُنــْظُرُوْا فِى اَمْرِ دِيـْنِكُمْ. فَاِنَّ التَّـقْـلِــيْدَ لِغَيْرِ اْلمَعْصُوْمِ مَذْمُوْمٌ وَ فـِيْهِ عُمْيٌ لِلْبَصِيْرَةِ
Hendaklah kamu memperhatikan tentang urusan agamamu, karena sesungguhnya taqlid kepada orang yang tidak ma'shum itu tercela, dan padanya ada kebutaan bagi kecerdikan pandangan.
لاَ تُقَلِّدْ دِيْـنَكَ الرِّجَالَ. فَإِنَّـهُمْ لَمْ يَسْلَمُوْا اَنْ يَغْلُطُوْا.
Janganlah kamu bertaqlid kepada orang-orang tentang agamamu, karena sesungguhnya mereka itu tidak terjamin dari kesalahan.
Perkataan-perkataan Imam Ahmad bin Hanbal di atas jelas melarang orang-orang untuk bertaqlid, baik bertaqlid kepada madzhab beliau sendiri maupun kepada imam-imam atau ulama-ulama yang lain.
Itulah antara lain ucapan-ucapan dari beliau-beliau para imam itu, dengan jujur melarang siapa saja untuk mengikuti pendapat/madzhab mereka.
Dan masih banyak pula ucapan-ucapan dan pesan-pesan beliau-beliau itu yang lain, dan semuanya melarang siapa saja, kapan saja dan dimana saja menurut secara buta pendapat mereka, tetapi hendaknya dalam beragama ini selalu mengikuti sumber agama yang asli, yakni Al-Qur'an dan Sunnah.
Setelah kita mengetahui apa-apa yang dipesankan atau dikatakan oleh para imam itu, jelaslah bagi kita bahwa orang yang berpendapat; wajib orang Islam itu mengikuti salah satu madzhab dan menganggap bahwa orang yang tidak bermadzhab itu seolah-olah sesat, berdosa dan sebagainya, adalah nyata-nyata menyalahi Al-Qur'an, menyalahi sabda-sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. dan menyalahi pula pesan dan perkataan atau pendapat para Imam Rahimahumullah itu sendiri.
Hal ini dikuatkan oleh Imam Asy-Sya'raaniy dalam kitabnya Al-Miizaan juz 1, hal. 228, sebagai berikut :
Apabila telah sah satu hadits, maka ia adalah madzhab kami (empat imam), dan tidak berlaku bersamanya lagi qiyas seseorang dan tidak pula pendapat seseorang, kecuali hanya tha'at kepada Allah dan Rasul-Nya dengan taslim. Selain itu, shahabat-shahabat Nabi dan orang-orang yang lahir sebelum lahirnya para imam madzhab itu juga tidak ada yang bermadzhab, bahkan sama sekali tidak mengenalnya.
Dan Imam Malik (93 H – 179 H) tidak bermadzhab Syafi'i maupun Hanafi. Begitu pula Imam Syafi'i (150 H – 204 H) tidak bermadzhab Hanafi maupun Maliki, dan Imam Ahmad bin Hanbal (164 H – 241 H) tidak bermadzhab Hanafi, Maliki maupun Syafi'i.
Marilah kita berfikir secara wajar karena Allah selalu mendidik kita supaya berfikir dengan wajar. Firman-Nya :
اَفَلاَ تَــعْـقِـلُوْنَ ؟ البقرة:44 اَفَلاَ تـَـتَــفَكَّرُوْنَ ؟ الانعام:50
Tidakkah kamu berfikir ? Tidakkah kamu berakal ?
Dengan penjelasan ini, marilah kita dalam beragama berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak bertaqlid kepada seseorang.
Maka MTA bukan penganut salah satu dari 4 madzhab, dan bukan sebagai madzhab ke-5.
-oO[@]Oo-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar